Kritik Teater Pertunjukan Monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari sutradara Puji Puspita di Kampus ISI Padangpanjang
“Pementasan Monolog Balada Sumarah
Karya Tentrem Lestari
di Teater Arena Murstel Esten
Padangpanjang”
Penulis : Dila Ayu Arioksa, on : 1
April 2018
Pementasan monolog yang dimulai pada
jam 20.20 WIB - 21.25 WIB di teater arena Murstel Esten Padangpanjang dalam
pertunjukan tersebut menceritakan tokoh Sumarah nama gadis desa yang berarti pasrah atas kegelisahan saat menunggu ketidakpastian. Bapak Sumarah
difitnah menjadi antek-antek PKI
oleh tetangga rumahnya, ketika itu marak pembrantasan orang PKI, karena PKI dianggap orang-orang kejam
dan biadab yang harus disingkirkan sampai ke antek-antek PKI, fitnah tersebut dimulai ketika Sumarah masih
dalam kandungan ibunya, ketika salah paham terjadi pada bapak Sumarah, yang
sampai sekarang pun 36 tahun berlalu Sumarah tidak tahu dimana keberadaan
bapaknya, entah hidup atau sudah mati. setelah kehilangan bapak, Suamarah dan
keluarga harus menerima fitnah dan dikucilkan orang sekitar selama puluhan
tahun, sampai akhirnya mencari pekerjaan pun Sumarah banyak mendapat tolakan
ketika bayang hitam bapaknya masih mengikuti Sumarah setiap langkahnya.
Dalam hubungan cinta pun Sumarah harus
mengalah ketika orang dicintainya mengetahui latar belakang Sumarah yang
dianggap Antek PKI, tidak bisa tahan Sumarah berhenti bekerja meskipun mencari
pekerjaan susah didapati. Hanya diam diri di rumah si mboknya menyuruh Sumarah
untuk menjadi TKW ternyata perjuangan Sumarah selama bersekolah 9 tahun dan NEM
tertinggi pun hanya sia-sia belaka ketika dirinya menjadi babu. Menjadi babu
pilihan terakhir Sumarah untuk dapat merubah nasib. Tapi Sumarah hidupnya sudah
jatuh tertimpa tangga, mendapati majikan baik itu hanyalah untung-untungan.
Majikan seperti monster bagi Sumarah ketika
kekerasan dan ketidakadilan seperti binatang. Puluhan tahun di fitnah
berbuat kesalahan Sumarah hanya bungkam, tapi untuk sekarang Sumarah buktikan
kalau dia memang salah dan berdosa ketika keputusan untuk membunuh majikan.
Divonis mati adalah hukuman Sumarah, kematian adalah kelahiran baru bagi
Sumarah.
Pada malam hari tanggal 29 Maret
2018 dilaksanakan pementasan monolog
Balada Sumarah di Teater Arena Murstel Esten
Institut Seni Indonesia Padangpanjang, yang merupakan karya dari sutradara Puji
Puspita. Puji merupakan mahasiswa semester VI dari Universitas Jambi jurusan Sendratasik.
Alasan sutradara memilih naskah monolog Balada Sumara
Ketertarikan terhadap alur cerita
pada lakon Balada Suamara Karya Tentrem Lestari, berhubung naskah ini di
mainkan dengan konteks budaya jawa, kemudian berhubung aktor nya Sarastomi bisa logat Jawa nya kental.Lalu alurnya pun berurutan dari eksposisi
pengenalan diri di sidang Hakim, menceritakan bagaimana masa kecil dan remaja,
komplikasi , konflik dari tokoh Sumara jelas, hingga akhirnya keputusan untuk
membunuh majikan pun disebabkan tidak bisa menahan kesabaran karena selalu dihina orang sekitar dari kecil
sampai beumur 30-tahunan. Sampai akhirnya resolusi dari alurnya ialah harus
menerima hukuman mati bagi tokoh
Sumarah. Oleh sebab itu sutradara mengarap naskah ini untuk kreatifitas.
Proses Garapan Monolog Balada Sumara
Butuh waktu satu bulan bagi
sutradara untuk mengarap naskah monolog
Balada Sumara dengan latihan 2 minggu awal latihannya 4 atau 5 kali latihan,
setelah itu 2 minggu terakhir butuh latihan setiap hari supaya matang dalam
pertunjukan, berhubung naskah ini dipakai full, tidak ada pemotongan pada
naskah sehinnga latihan aktor dengan sutradara pun intens. Saat pertunjukan
berlangsung sutradara memilih kursi sebagai property sebagai simbol bahwa tokoh
Sumarah sedang diadili dan duduk di kursi sidang depan para hakim, dan kursi pun juga dipakai
sebagai improvisasi saat aktor menjelaskan keadaan masa lalunya saat bersama
Mbah dan serta duduk majikan saat dia bekerja sebagai TKW , setelah wawancara
dengan sutradara langsung, beliau mengatakan bahwa “sebenarnya pertunjukan
monolog ini memiliki property 2 buah yakni meja dan kursi, berhubung ada
kekurangan di lapangan jadi sutradara akhirnya memutuskan cukup kursi yang
dihadirkan ujar Puji.”
Pendapat Penonton Terhadap Pertunjukan
Berdasarkan mata penonton, berhubung
saya adalah mahasiswa teater jadi saya akan melihat dari beberapa aspek yang
pertama tentang konsep panggung yang
dihadirkan, dilihat dari konsep Panggung yang menghadirkan kursi yang
menjelaskan bahwa Sumara sedang diadili di
meja sidang. Diatas panggung kursi bisa menjadi apapun sesuai dengan
garapan, tidak hanya sebagai tempat duduk, dengan kursi tokoh bisa berdiskusi, menjadikan
kursi tempat melindungi diri, dll. Berdasarkan pertunjukan tadi malam kurangnya
reaksi pemain dengan property yang dihadirkan, baik itu dari kursi dan hadprop
yang di pakai yaitu selendang. Pertunjukan tersebut diiringi dengan musik
elektro suara gamelan, musik tersebut tidak tergambarkan suasana dari
pertunjukan, beberapa adegan penting tidak diberikan musik, sehingga penonton
pun kurang tertarik menonton pertunjukan tersebut. Kemudian dari aspek naskah, naskah ini terdiri
dari 13 halaman, jika kita terlalu serius dan tidak ada kekonyolan dalam
bermain diatas panggung, suasana mood penonton bisa berkurang, hingga akhirnya
beberapa penonton bisa pecah focus dan mencari kesibukan lain.
Alur cerita dalam naskah Balada
Sumara ini terstruktur dari eksposisi, komplikasi, klimaks, resolusi , dari
eksposisi di awali dengan pengenalan latar tempat dan latar waktu tokoh terjadi, dibuktikan pada prolog :”siang itu matahari
membara di atas kepala. Di sebuah dinding pengadilan teerhadap seorang
perempuan tertuduh telah melakukan pembunuhan terhadap majikannya……”. Kemudian
beberapa dialog tokoh memperkenalkan diri dalam dialog berikut “ nama saya Sumara
, umur kurang lebih dari 36 tahun. Saya seorang TKW babu! dan semua orang
mencacinya huhu!” dari eksposisi tersebut dapat diketahui yang dialami tokoh
Suamarah hari ini adalah akibat dari masa lalu dan kejadian pembunuhan yang
dilakukannya. Kemudian komplikasi
kerumitan awal yang dialami tokoh Sumara adalah ketika maraknya pembunuhan dan pembrantasan PKI,
karena PKI dituding melakukan pembunuhan pada jendral, oleh sebab itu ketika Sumara
dalam kandungan sang ayah berprofesi sebagai kursi andong, sebagai kursi andong
bapak Sumarah mengantarkan penumpang siapa pun yang membutuhkannya, hingga
suatu hari bapak Sumarah mengantarkan Bapak warso pulang dan ditawarkan untuk
menjual gula ke koperasi pak Warso, karena Pak Warso membeli lebih mahal dari
pasaran jadi bapak dan Mbah menjual ke Pak Warso, hingga fitnah menyebar kalau
bapakmu Antek-anteknya PKI, sehingga pembarantasan PKI berlangsung bapakmu di
curi dan sampai sekarang tidak tahu keberadaanya. Berawal dari itu sampai
dewasa fitnah itu menghantui bayangan ayahnya PKI mengahantui Sumarah, sehingga
mendapatkan pekerjaan denagn ijasan NEM tertinggi se SMA dan tidak berlaku bagi
Sumarah, hinga akhirnya dia harus ditinggalkan oleh lelaki yang dicintai karena
dia dianggap keturunan PKI, dari kekecewaan itu Sumarah tidak mau lagi bekerja
di desanya , sampai akhirnya Mbahnya menyarankan untuk jadi TKW di Arab.
Klimaks adalah puncak dari masalah yang
dialami tokoh, ketika Suamarh menyandang status babu yang susah diterima batin
Suamarah ketika perjuangan selama bersekolah dan mendapatkan NEM tertinngi
sia-sia, bukannya mandi dengan madu tapi malahan mandi dengan lumpur. Ketika
menjadi budak perlakuan majikan yang tidak manusiawi pun harus ditajhan Sumarah
sampai akhirnya batas kesabaran Sumarah habis dan membunuh Majikan menjadi
pilhan. Selanjutnya Penurunan emosi
tokoh dan lakon terjadi ketika tokoh Sumarah mengakui kesalahnya dan dia
tidak butuh pembelaan dari siapapun, kalau kita melihat dari sudut pandang masa
lalu Sumarah yang ruwet dan penuh tekanan dari orang sekitar, setelah jauh dari
negri sendiri perlakuan orang lain di luar ternyata lebih kejam. Sumarah gadis
desa berubah menjadi pembunuh karena ketidakadilan. Penyelesaian dalam lakon
ini adalah kesedihan ketika Sumarah harus divonis hukum mati, berharap terlahir
kembali di kehidupan yang baru.
Keberanian Sutradara Patut di Contoh
Puji Puspita merupakan mahasiswa dari
UNJA (Universitas Jambi) jurusan Sendratasik yang menginjak semester VI, konser
tunggal yang dipentaskan di Teater Arena Murstel Esten dengan tujuan untuk
memeprkenalkan bahwa kampus UNJA memiliki Jurusan SENDRATASIK bidang
drama/teater, secara tidak langsung menjalin hubungan silaturahmi dengan
mahasiswa teater di ISI PAdangpanjang. sebagai sutradara baru Puji Puspita
sudah memiliki semangat bekarya, semoga keberanian Puji dapat dicontoh oleh
mahasiswa seni lainnya.VIVA TEATER TEATER JIWAKU!!!
Komentar
Posting Komentar