Pertunjukan Perempuan dalam Bingkai Jendela Karya Edi Suisno Terinspirasi dari Cerita Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi
Hipotesis Gondan
Gondoriah Harus Memiliki Bukti Terhadap Anggun Nan Tongga
Penulis : Dila Ayu Arioksa
Seni pertunjukan
mengingatkan nilai-nilai moral bagi
masyarakat. Baik dalam tema yang membingkainya tidak sedikit diselipkan
cerita, baik mitos, maupun legenda. Kearifan yang selayaknya diteladani atau dianggap
tabu yang harus dihindari oleh masyarakat berangkali ditampilkan melalui seni
pertunjukan, terutama yang berpola dan berakar tradisi. Seni pertunjukan
menjadi kepanjangan norma serta nilai yang diharapkan oleh masyarakat atau
penonton. Seperti halnya dalam pertunjukan teater tradisi dengan naskah
Perempuan dalam bingkai Jendela Karya
Edi Suisno terinspirasi dari Anggun Nan Tongga karya Wisran Hadi sutradara Zulkifli, yang
merupakan cerita berasal dari Minangkabau. Naskah perempuan dalam Bingkai Jendela adalah sebuah kisah cinta
Anggun Nan Tongga dan kekasihnya Gondan Gondoriah. Ketika cinta sudah di satukan, pasti ada
bumbu-bumbu cinta yang datang untuk menguji apakah cinta itu setia. Begitupun
dengan Gondan Gondoriah yang mudah digoyahkan cintanya tanpa bukti. Pembicaraan
Anggun Nan Tongga dan Intan Korong di sebuah tempat membuat berita tersebar
bahwa ada aroma perselingkuhan antara Anggun Nan Tongga dengan seorang istri
laksamana yaitu Intan Korong, pembicaraan yang singkat itu merubah semua
keadaan menjadi kacau, Intan Korong bertengkar dengan Laksamana, tidak tahan
dengan makian Laksamana yang penuh emosi, Intan Korong pun menyampaikan bahwa
dia sangat cemburu dengan hubungan
Laksamana dengan Ibunda Ratu yang terselubung. Tidak heran jika Intan Korong
butuh teman untuk curhat. Pertemanannya dengan Anggun Nan Tongga pun menjadi
boomerang bagi percintaan Anggun Nan
Tongga dengan Gondan Gondariah yang sudah dibina, Gondan yang sangat labil
langsung mengambil keputusan untuk meniggalkan istana dan mencari cinta lain.
Angun pun menemui Gondan. Pertemuan dengan Gondan tidak membuahkan hasil,
akhirnya dia melepaskan Gondan Gondariah untuk mencari cinta sejati yang tidak pernah
di temui oleh Gondan, karena Gondan Gondariah terlalu mencintai dirinya
sendiri, tanpa bisa melihat dari dua sisi permasalahan. saat pertunjukan dimulai di awali dengan teknik muncul diawali dengan penari dan pembukanya melalui alua dan seruling oleh Desryanto. Setelah itu baru eksposisi cerita Anggun Nan Tongga dengan dialog antara Intan Korong dan Anggun, kemudian Komplikasi ketika Laksamana melihat istrinya dianggap berselingkuh dengan Anggun, kemudian suasana semakin memanas ketika berita tersebar, ibunda dan Gondan Gondoriah mengetahui berita tersebut, ketika penobatan mahkota Anggun Nan Tongga, Laksamana tidak terima dengan penobatan ketika yang menjadi putra mahkota adalah orang yang selingkuh dengan istri orang lain, ketika penobatan itu juga Anggun mengetahui bahwa Gondan Gondoriah telah berprasangka buruk padanya dan ingin memutuskan hubungan dengan Gondan Gondoriah, setelah itu resolusinya Anggun menemui Gondan Gondoriah di Gunung Ledang. Gondan Gondoriah kecewa dengan kekasihnya Anggun yang bermain dengan wanita lain. Dan lebih memilih menjauh daripada menjalin hubungan dengan Anggun.
Begitulah secara
garis besar cerita dalam naskah Perempuan Dalam Bingkai Jendela. Pertunjukan
yang diaadakan di Gedung Hoerijah Adam
Institut Seni Indonesia Padangpanjang, ini dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan
Ujian Strata Satu oleh mahasiswa teater dengan minat pemeranan dengan nama Desriyanto. Desriyanto merupakan mahasiswa teater
angkatan 2014 yang sangat cinta dengan tradisi.
Pengalamannya dalam berkesenian sudah tidak terhitung lagi, aktif
sebagai aktor dan juga aktif di sanggar seni di daerah Bukittingi. Kecintaan
Desriyanto pada kesenian tradisi membuatnya tertarik dengan naskah Perempuan
dalam Bingkai Jendela terinspirasi dari kaba Anggun Nan Tongga. Tidak hanya
tertarik Desryanto pun berupaya melestarikan seni tradisi yang sudah dilupakan
oleh beberapa orang karena tersingkir dengan kesenian modern di era globalisasi
saat ini.
Pertunjukan yang
diadakan tanggal 14 Mei 2018 ini berlatar belakang pertunjukan tradisi.
Desryanto tetap bersekokoh dengan kesenian tradisi yang sudah menyatu dengan
dirinya. Di bantu dengan sutradara akhirnya pertunjukan tradisi yang mengandung
pesan moral dan melestarikan kesenian tradisi sehingga fungsinya sebagai media
penerang serta sebagai media untuk mengunkapkan ktitik sosial dapat terwujud.
Dengan melalui dialog para tokoh secara tidak langsung kita mendapatkan pesan
moral yang akan membuat sesorang menjadi intropeksi diri. Pertunjukan yang bertema
kesalahapahaman sesorang dalam melihat situasi. Pertunjukan yang berlangsung 40 menit ini cukup menjelaskan bahwa salah paham akan menjadi kacau jika tidak ada
keterbukaan antara dua belah pihak yang bersangkutan. Kita sebagai masyarakat
sosial sangat erat dengan informasi dan komunikasi satu sama lain, jika
menjudge seseorang harus dibuktikan dengan bukti yang pasti sehingga tidak ada
kesenjangan satu sama lain. itulah pesan
moral yang bisa kita ambil dari menoton pertunjukan Perempuan di Balik Bingkai
Jendela
.
Sebuah hasil
membutuhkan proses, begiutpun dengan pertunjukan Perempuan Di Balik Bingkai
Jendela, proses latihan yang dilakukan sekitaran 3 bulan lebih ini dilakukan 3
kali seminggu dengan naskah 19 halaman,
dengan naskah pendek tersebut para aktor sangat cepat hapal dialog, dan tidak
mebuang waktu, aktor langsung masuk ke tingkatan selajutnya, dan sampai
akhirnya melakukan latihan gabungan dari tim artisistik dan pemain, Pertunjukannya
pun terdapat tari-tarian sebagai transisi adegan juga melakukan latihan khusus
dan latihan gabungan dengan pemain aktor. Aktor dalam naskah ini terdapat 4
orang yang dimainkan oleh mahasiswa teater, Yaitu Desryanto sebagai Anggun Nan
Tongga, Alfidya Nur Yuanda sebagai Gondan Gondoriah Riza Risdanty sebagai Intan
Korong, Lusi Handayani sebagai Ibuda
Ratu dan Ari Wirya Saputra sebagai
Laksamana. Semua aktor ini juga sudah berpengalaman manjadi aktor
pertunjukan Tradisi seperti Randai, dan pertunjukan naskah lain yang berbau
Tradisi Minangkabau, sehingga para pemain tidak menjadi kaku saat pertunjukan. Seperti
halnya juga silat yang dipakai saat pertengkaran antara Angggun dan Laksamana. Silat
adalah seni bela diri khas Minangkabau.
Di lihat dari
sudut pandang penonton terdapat kejanggalan ketika pertunjukan berlangsung saya
sebagai penonton tidak mendapatkan kesan antara kesinambungan judul dengan pertunjukan,
dengan judul Perempuan Dalam Bingkai Jendela, setelah di wawancara dengan aktor
saya mengetahui bahwa Perempuan yang
dimaksud adalah 3 wanita yang terdapat dalam lakon yaitu Gondan, Intan Korong dan Ibunda Ratu,
tapi yang saya tangkap dalam pertunjukan lebih terfokus ke Anggun. Bisa jadi
sutrada ingin mempertegas bahwa yang ujian akhir di dalam lakon Ini Desriyanto
pemain Anggun Nan Tongga, kalau begitu tidak jauh beda dengan naskah Angun Nan
Tongga yang pernah penulis tonton. Beberapa hal yang kurang kondusif dilihat
dari kaca mata penonton adalah penggunan set panggung symbol, dengan panggung
kosong hanya terdapat matras yang
dibungkus kain hitam dengan artian sebuah tempat multifungsi dengan satu symbol
panggung sepeti jejang bertingkat, menjelaskan bahwa naskah Perempuan di balik
Bingkai Jendela ini berlatar kerajaan yang akan meninggikan posisi orang-orang
istana dari pada rakyat. Beberapa bloking aktor kurang tepat, seperti halnya Gondan
yang menyendiri ke Gunung Ledang menjelaskan bahwa latar tempat sudah berbeda,
tapi lampu tidak focus ke Gondan sehingga menjelaskan dua latar yang tidak
kontiniti. Beberapa kesalahan diteknis panggung juga terdapat ketika pemasangan
marawa di belakang setting, yang menjelaskan bahwa di istana dilakukan
penobatan kerajaan yang kurang teliti sehingga Marawa pun miring, jika hal ini
terjadi maka akan ada perspektif penonton terhadap keadaan kerajaan beberapa penonton beranggapan bahwa kerajaan
seperti mau runtuh atau kerajaan yang siap dilanda bencana alam. Supaya hal ini
tidak terjadi diharapkan butuh penata yang sudah handal dan juga melakukan
pencekkan kembali saat proses sebelum pertunjukan.
Berhubung pergantian transisi mengunakan
penari seharusnya penari harus latihan lebih giat lagi, karena banyak tarian
yang tidak kompak, penonton pun kurang puas dengan pertunjukannya. Kalau dari
aktor saya lihat beberapa aktor sudah memainkan sesuai dengan tokoh yang
diperankan, baik emosi, ekpresi, gesture vocal dll, Aktor sudah memainkan
dengan baik, mungkin yang kurang dapat feelnya ketika sosok tokoh Ibunda itu harus wibawa dalam menangapi suatu
persoalan, seakan ke tiga tokoh aktor wanita dalam lakon tersebut sejajar dan
seumuran, karena karakter terlihat sama dari para pemain wanita. Untuk iringan musik itu sudah tergambarkan
suasana adegan dengan dendang dan seruling serta musik tradisi lainnya, juga
sound efek sudah menjelaskan latar
tempat yang berbeda. Kostum pemain pun sudah mengambarkan perbedaaan karakter tokoh dan kasta pemain. Jadi secara keseluruhan penampilan pertunjukan naskah Perempuan
di dalam Bingkai Jendela cukup baik, namun campur tangan dari sutrada pun harus
lebih intens lagi dalam berproses.
Namun saya
sangat salut dengan Desryanto yang sebagi pembuka ujian bagi angkatan 14 seni
teater, dan tidak pernah menunda waktu, sesuai dengan target, latihan aktor
juga intens, ketika kawan seangkatan belum proses Desriyanto sudah proses
dengan serius. Karena bagi Desriyanto waktu adalah kesempatan, dan kesempatan
harus digunakan sebaik mungkin.
Komentar
Posting Komentar