Hari Teater Sedunia 2018 (Malam Puisi)
Peringatan Hari Teater Sedunia
oleh Mahasiswa Teater
ISI Padangpang
Penulis : Dila Ayu Arioksa
Mahasiswa : Prodi Seni Teater ISI Padangpanjang
“Harus
ada Jiwa Petarung dalam diri Seorang Seniman”
.
Salah satu tujuannya adalah menyadarkan orang
tentang nilai penting teater. Setiap tahun perayaannya, ada pesan yang ditulis
oleh seorang tokoh teater dunia, dengan mengutamakan tema teater dan budaya
perdamain. Sejak tahun 1961 sampai tahun 2018 ini beberapa komunitas dan
mahasiswa selalu merayakan hari Teater sedunia setiap tanggal 27 Maret, sebagai
bukti bahwa jiwa teater masih mendarah daging dalam jiwa seorang seniman teater, meskipun dengan perkembangan zaman
globalisasi ini hanya beberapa orang sadar bagaimana pentingnya teater untuk
merefleksi peristiwa hidup yang kita jalani. oleh sebab itu peringatan Hari
Teater Sedunia sangat penting untuk diapresiasi. menurut saya pribadi tidak cukup untuk mengetahui kapan tanggal jadinya Teater Sedunia, tapi harus
di rayakan dengan para saudara dan komunitas teater bahwa itu bukti kepeduliaan
dan kesetian kita atas apa yang telah kita perjuangkan dalam dunin seni teater
ini.
Terkhusus buat saya pribadi yang
sudah 3 tahun berkuliah di Institut Seni Indonesia Padangpanjang, sudah ke tiga kalinya merayakan hari teater
sedunia di kampus tercinta. Setiap tahunnya mempunyai rasa dan warna yang
berbeda. Untuk malam 27 Maret 2018 ini kami merayakan Hari Teater Sedunia
dengan Malam Puisi dengan tema “Sekali Berati sesudah Itu Mati”
merupakan frase yang pendek yang terdapat dalam bait kedua puisi judul “Maju”
karya Charil Anwar, dengan pesan
Janganlah engkau mati sebelum memberi arti bagi kehidupan bangsa. Sebuah kata
yang harus kita ingat dan diperjuangkan bagi darah pemuda Indonesia.
Malam puisi ini diadakan di gedung
Teater Arena Murstel Einstein Institut Seni
Indonesia Padangpanjang tepatnya jam 20.00 WIB. Penonton yang datang tidak hanya kami dari
para mahasiswa teater, namun beberapa
jurusan lain pun ikut serta meramaikan acara malam Puisi. Puisi pertama
dibacakan oleh Ihksan Satria Irianto, seorang pemuda yang aktif dalam beberapa
karya teater, dan juga aktif menerbitkan tulisan di berbagai media cetak . Membacakan
sebuah puisi ciptaanya sendiri dengan judul Mimpi buruk. Kemudian dilanjutkan
oleh Ketua HMJ Prodi seni teater periode 2018 yaitu Risky Fachlevi biasa
dipanggil ahok, lelaki yang berasal dari tanah jawa ini membacakan puisi
diiringi dengan gitar oleh bang Iwan Kuncup. Serta beberapa puisi lainnya yang
dibacakan oleh para senior, alumni dan kawan angkatan 2014, 2015, 2016 dan
2017.
Dilihat dari konsep panggung yang
terlihat sederhana namun di Setting pangung terdapat topeng-topeng yang
merupakan lambang dari teater, kemudian
dipanggung dibiarkan steger dengan symbol bahwa dalam pertunjukan teater stager sangat berguna
untuk pengaturan Setting. Selintas terlihat acara ini seperti acara dadakan
tanpa persiapan yang matang ketika kita melihat antusias penonton yang
berkurang. Biasanya dua tahun terkahir
selama saya disini penonton membludak sehingga para penonton harus duduk di
lantai tanpa alas, namun sekarang penonton bisa dihitung, beberapa faktor
penyebabnya adalah ketika acara malam puisi, seperti komunikasi yang tidak
berjalan lancar di setiap angkta, kurangnya kepedulian terhadap rumah sendiri,
serta kerja kolektif yang sangat pudar. Ketua HMJ peride 2018 Riski Fachlevi
angkat bicara saat evalusi acara tahun ini menyampaikan bahwa acara ini hanya
dirancang dalam waktu sehari, karena berawal dari kegelisahan pribadi, melihat berbagai media sudah memposting
poster peringatan hari teater sedunia di berbagai Kampus Seni dan Komunitas
teater yang ada di berbagai daerah Indonesia. Hanya bermodal nekat Risky
mengurus acara ini dan dibantu juga dengan kru dadakan, sehingga acara ini
tidak terbungkus dengan terstruktur. Tindakan heroik seorang Risky langsung
disanggah oleh alumni teater “Bang Capaik” supaya tidak ada kejadian yang tidak
terorganisir seperti malam ini lagi.
Dengan diskusi bersama Bang Capaik mempertanyakan
“Semangat Seniman Teater yang Mulai di Makan Zaman”, seorang alumni teater
dengan panggilan Bang Capaik, yang sudah menjadi dosen di Jurusan Fotografi,
cukup kecewa dengan perayaan Hari Teater Sedunia yang ke 57. Secara gamblang
dia menyampaikan bahwa anak teater yang
sebenarnya memiliki spirit yang berkobar, pantang menyerah, dan memiliki jiwa
pejuang dalam berkarya Teater, bukan seperti anak teater yang ditemuinya
sekarang banyak main game, hilangnya ruang diskusi, tidak mau berkarya, takut berkorban. Bang
Capaik berupaya mensuporrt penonton dengan menceritakan pengalamannya bagaimana
perjuangan dia dan kawan-kawan untuk bisa menjadi orang yang sukses dan
berkeliling dunia lewat main teater. Satu pesan dari bang Capaik harus menjalin
hubungan silaturahmi dengan seniman teater lainnya baik dari luar kampus,
atupun komunitas kelompok yang ada di Indonesia, dan juga apresiasi acara yang
diadakan oleh para seniman terkhusus
acara teater. Menurut penulis kita harus memiliki kobaran semangat seperti Bang
Capaik meskipun sudah menjadi seorang ayah 1 anak. kata penutup Bang Capaik yang
masih terngiang diteliga saya “Harus ada
Jiwa Petarung dalam diri Seorang Seniman”. Berkat Bang Capaik acara ini
juga langsung memotivasi para mahasiswa teater dan penonton lainnya supaya
tidak kendor dan semangat ber kesenian. VIVA
TEATER, TEATER JIWAKU.
#belajarkritikitubaik
Komentar
Posting Komentar